areMasivers

Selasa, 28 Agustus 2012

DURHAKA MEMBAWA MAUT

DURHAKA MEMBAWA MAUT


“Aku tau, kalau aku bukan anak yang lahir dari rahimmu!” ucap Yani kepada ibunya dengan nada kesal. Ibunya hanya diam dengan tetesan air mata yang terus berlinang di pipinya. Bapaknya pun juga terdiam, ia tak tau harus berbuat apa. “Nak, meskipun kamu tidak lahir dari rahim ibu, ibu selalu menyayangi kamu, begitu juga dengan bapakmu ini.” kata sang ibu memelas. “Tapi saudara-saudara ibu yang membuat aku kesal seperti ini, andai saja kalau mereka diam dan tidak menggunjing di belakangku. Aku tau mereka tak suka dengan sifatku ini!” balas Yani kepada ibunya. “Ibu mengerti nak, tetapi mau gimana lagi. Mereka juga saudara kamu.” kata ibu sambil duduk di sebelah yani. Kemudian mereka diam sejenak.

Yani adalah seorang remaja yang mengerti sekali akan keadaan keluarganya yang kurang mampu. Dia tidak pernah menyusahkan orang tuanya, jika ia ingin membeli sesuatu pasti memakai uangnya sendiri. Ibunya yang hanya sekedar ibu rumah tangga dan bapaknya bekerja sebagai sopir angkot dengan penghasilan yang tidak menentu.

Suatu ketika Yani bekerja di luar kota, ia meninggalkan kedua orang tuanya di kampung. Sesampai di luar kota, ia berkenalan dengan pemuda yang umurnya lebih tua darinya. Setelah lama kenal, mereka pacaran dan akhirnya menikah. Mengapa ia menikah secepat itu??? Saudara-saudara dari ibunya sudah berprasangka buruk pada saat itu. Ternyata benar... ‘Yani hamil dulu sebelum menikah’. Itulah yang menyebabkan sang ibu sakit, beliau sakit jantung dan asma. Setiap malam asmanya kambuh, sehingga ia sulit bernafas. Kasian sekali beliau.
Keesokan harinya, Yani bersama suaminya datang menjenguk kedua orang tuanya, dan ia mengambil keputusan akan tinggal menetap di kampung bersama orang tuanya. Suaminya yang saat itu pengangguran, mencoba melamar pekerjaan di sebuah toko celana jeans, dan Alhamdulillah ia di terima sebagai pegawainya. Saudara dari ibunya(Maria) tidak tega melihat suami Yani bekerja di toko yang penghasilannya dianggap pas-pasanlah. Akhirnya ia mendaftarkan suami Yani ke sebuah pabrik yang gajinya bisa dikatakan cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. “Terima kasih bu, berkat ibu aku bisa di terima di pabrik ini.” ucap suami Yani sambil bersalaman dengan Maria. “Iya sama-sama.” balas Maria.
Sudah sembilan bulan telah berlalu, Yani melahirkan bayi laki-laki yang ia beri nama Ryan. Anak itu tumbuh berkembang hingga kini telah berumur 3 tahun. Banyak cobaan di keluarga Yani ini. Sejak ia mempunyai anak, ia berubah ke semua orang. Terhadap orang tuanya sendiripun ia berlaku kasar.

Suatu hari, ibunya menemani Ryan bermain di ruang tamu. Saat itu ibunya lengah, Ryan jatuh dari meja dan menangis histeris. Yani pun yang mendengar tangisan anaknya, bergegas keluar dari kamar. “Loh!!! Gimana toh bu! Kok Ryan bisa jatuh! Ibu itu sudah tua, kalo tidak bisa mengurus anakku bilang dong!” bentak Yani kepada ibunya. “Kamu kalo ngomong ke ibu jangan begitu nak.” balas ibunya sambil menitikan air mata yang kemudian pergi meninggalkan Yani. Yani tidak menghiraukan ibunya pergi. Kejadian yang seperti itu berulang kali terjadi. Saking sering di perlakukan tidak menyenangkan, ibunya jadi sering sakit-sakitan, badannya kurus sekali. Maria sebagai adiknya tidak tega melihat kakaknya di perlakukan seperti itu. Suatu saat Maria mencoba berbicara baik-baik dengan Yani, “Kamu itu ya jangan gitu ke ibumu, meskipun dia bukan ibu kandungmu, tapi dia udah merawat kamu sejak kecil.” “Kamu tau apa soal keluargaku! Keluargamu aja sana urusin.” balas Yani sambil meninggalkan Maria sendiri. Maria sangat menyesal dengan omongan Yani kepadanya. Tapi ia mencoba menerimanya. Berulang-ulang kali hal tersebut di lakukan Yani. Kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya pun sudah tidak sanggup lagi mengahadapi tingkah Yani.

Suatu saat, Yani digunjingkan sama orang-orang di kampung, karena judesnya. Lama-lama ia gerah bila harus mendengar omongan tetangganya. Ia mempunyai niat untuk pergi mengontrak di daerah yang agak jauh. Niatnyapun tidak di halangi oleh kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Setelah barangnya di kemasi , ia bergegas pergi dari rumah ibunya, tetapi ia tidak berpamitan atau sekedar mengucapkan salam. Ia nyelonong saja pergi dari rumah. Kedua orang tuanya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya.

Dalam perjalanan, kendaraan yang ditumpangi Yani mengalami kecelakaan. Peristiwa itu terjadi di luar dugaannya. Busnya menabrak sebuah mobil, hal itu terjadi di karenakan remnya blong. Yani mengalami luka yang sangat parah, sedangkan suami dan anaknya Ryan hanya luka-luka ringan. Yani segera di larikan ke rumah sakit terdekat. Suaminya menghubtngi keluarganya di kampung, dan tidak lama kemudian kedua orang tua dan saudara-saudaranya datang untuk menengoknya. Ibunyapun meneteskan air mata ketika ia melihat anaknya dengan kondisi tergolek lemah. Tak lama kemudian Yani sadar akan kedatangan ibunya. Ia bangun dan segera meminta maaf kepada nrang tua dan saudara-saudaranya, terutama Maria. Mereka memaafkan Yani dengan ikhlas. Beberapa minggu kemudian Yani sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit, ia telah menetapkan bahwa ia akan tinggal kembali bersama orang tuanya di kampung. Mereka hidup dengan sangat bahagia.



Selamat Membaca



Gandis Wulan Oktavisatrika